Sayyid Ahmed Kabir Rifai lahir di paruh pertama Rajab di yeer Muslim 512 AH (1119 AD) pada hari Kamis. Kelahirannya berada di kota Ummu Abeyde di kotapraja Beta di provinsi Basra, ayah Iraq. adalah Sayyid Ali Abu'l Hasan. Ibunya adalah Fatima ul-Anseri binti Yahya Nijjeri. Syaikhnya adalah Aleyyul Wasiti. Ahmed Kabir Rifai Keturunan Nabi MUHAMMAD SAW dari kedua orang tuanya. Keturunan dari ayahnya adalah :
1.Sayidina Ali (Rz),
2.Sayidina Hussain, (K.S)
3.Imam Ali Zayna'l-Abidin (K.S.)
4.Imam Muhammad al-Baqir (K.S.)
5.Imam as-Sadiq Jafer (K.S.)
6.Imam Musa al-Kazim (K.S.)
7.Imam Ibrahim al-Murteza (K.S.)
8.Sayyid Musa Sani (K.S.)
9.Sayyid Ahmad Salih Akbar (K.S.)
10.Sayyid Abu Abdullah Husain (K.S.)
11.Sayyid Hasan Qasim Abu Musa (K.S.)
12.Sayyid Muhammad Abu'l-Qasim (K.S.)
13.Sayyid Al-Mahdi Makki (K.S.)
14.Sayyid Abu'l Mekarim al-Hasan (K.S.)
15.Sayyid Abu'l Fadail (K.S.)
16.Sayyid Abu Ali Murtaza (K.S.)
17.Sayyid Ali Abu Hazim 'l Fewaris (K.S.)
18.Sayyid Sabit (K.S.)
19.Sayyid Yahya Nakib (K.S.)
20.Sayyid Ebul-Hasen Aliyy-ar-Rifai (K.S.)
21.Sayyid Ahmad Hadrat ar-Rifai (K.S.)
Sebelum kelahiran Ahmed Kabir Rifai, paman dari pihak ibu, seorang Syaikh yang terkenal, Mansur Rabbani, telah melihat nabi kita. MUHAMMAD SAW dan diberitahu bahwa adiknya akan memiliki anak laki-laki yang akan menjadi terkenal dan dikenal dengan nama "Rifa'i." Ketika anak mencapai usia yang tepat untuk tasawuf, ia harus dikirim ke Syaikh Aleyyul Vasiti untuk pendidikan dan pelatihan.
Ayah Ahmed Kabir Rifai meninggal ketika anaknya berumur 7 tahun. Sayyid Ali meninggal pada 519 H, ia dimakamkan di Baghdad. Jadi paman dari pihak ibu Ahmed Rifai yang mulai mengurus anak kecil. Setelah beberapa saat ia dikirim ke Syaikh Vasiti sesuai dengan visi pamannya. Syaikh Mansur mengatakan bahwa selama Ahmed Kabir Rifai tinggal bersamanya, ia melihat banyak keajaiban datang melalui anak itu dan bahwa berkat-berkat yang datang melalui dia untuk semua orang.
Ahmed Kabir Rifai menunjukkan kemampuan dan kebijaksanaan yang melebihi usianya ketika ia mulai pendidikannya di bawah Syaikh Vasiti. Dia memperoleh maqam tinggi dengan menjelaskan buku sekolah Shafi disebut "Tanbih."
Hazrat Sayyid Ahmad ar-Rifai adalah dua puluh tahun, ketika Abu Fazl Ali, yang merupakan Syaikh dari Vasit provinsi dan gurunya, memberikan kepadanya Khilafat, izin untuk memulai urutan darwis, memberinya nama "ayah dari eksternal dan interior ilmu , "dan berpakaian dia dengan jubah darwis sendiri itu. Hazrat Sayyid Ahmad Kabir-Rifai tetap di Nehr-i Dikla untuk waktu yang singkat dan setelah itu kembali ke guest house ayahnya untuk wisatawan di Hasen. Dia kemudian menjadi sangat terkenal. Ketika ia berusia dua puluh delapan tahun, pamannya Syaikh Mansur meminta agar dia memimpin pondok darwis dan khalifah setelah dia. Dia juga menginstruksikan dia untuk tinggal di pondok darwis dari Syaikh Yahya en-Neccari, yang kakeknya dari pihak ibunya. Sayidina Sayyid Ahmad ar-Rifai mengambil jabatannya (shaykhship) di sana sebagai seorang guru tercerahkan dan mulai mengajar di pondok darwis. Pamannya meninggal pada tahun yang sama. Pada saat Sayidina Sayyid Ahmad ar-Rifai mencapai usia tiga puluh lima, murid-muridnya (murid-murid) berjumlah lebih dari tujuh ratus ribu.
Ajaran Syaikh Ahmad Rifa'i
Ajaran tasawuf Syaikh Ahmad Rifa'i
banyak diriwayatkan oleh ‘Abdul Wahhab Al-Sya'rani dalam buku At-Thabaqat al-Kubra. Ajaran zuhud,
misal, menurut Syaikh Ahmad Rifa'i adalah landasan keadaan yang diridlai dan
tingkatan-tingkatan yang disunnahkan. Langkah pertama salik menuju Allah adalah
mengarahkan diri sepenuhnya kepada Allah.
Siapa yang belum menguasai landasan kezuhudan, maka langkah-langkah
selanjutnya akan sulit menemukan yang benar. Sedang ma'rifat, menurut Syaikh
Ahmad Rifa'i, adalah kehadiran dalam makna kedekatan kepada Allah disertai ilmu
yaqin sehingga tersingkaplah hakikat realitas-realitas yang benar-benar
meyakinkan. Dalam riwayat lain, dikisahkan Syaikh Ahmad Rifa'i berkata,"Cinta
mengantar pada rindu dendam, sementara ma'rifat mengantar pada kefanaan -
ketiadaan diri."
Ajaran Syaikh Ahmad Rifa'i tidak
lepas dari rebana sebagai pengiring dzikir dan shalawat. Menurut riwayat, suatu
saat Syaikh Ahmad Rifa'i berdzikir dalam keadaan fanaa. Tubuhnya terangkat ke
atas dan dalam keadaan tidak sadar ia menepuk-nepuk dadanya. Allah
memerintahkan kepada malaikat untuk memberinya rebana di dadanya. Tetapi Syaikh
Ahmad Rifa'i tidak ingat apa-apa akibat terlalu khusyuknya. Sejak saat itu,
rebana menjadi bagian dari ajaran tarikat Ar-Rifa'iyyah.
Untuk menuju kepada Tuhan, Al-Rifa'i
mengajarkan dzikir yang diformulasi dengan irama dan intonasi suara yang lantang
dengan tujuan supaya yang tidur bangun dan yang alpa menjadi ingat. Oleh karena
cara berdzikir yang berirama itu, dunia Barat menyebut dzikir Tarikat
Rifa'iyyah dengan sebutan Darwis Menangis, terutama karena suara-suara ganjil
yang dihasilkan pada dzikir berjama'ah Tarikat Rifa'iyyah. Ada pula yang
menyebut dzikir Rifa'iyyah dengan sebutan Dzikir Arra, yaitu "dzikir
menggergaji" terutama yang dijalankan Tarikat Rifa'iyyah di Asia Tengah dan
Turki. Sebagian penganut Tarikat Rifa'iyyah menyatakan tidak tahu pasti apakah
Dzikir dengan suara lantang itu diajarkan oleh Syaikh Ahmad Rifa'i sendiri atau
ada pengaruh dari Tarikat Yasawiyyah yang dibangsakan kepada Syaikh Ahmad
Yasawi, di mana Syaikh Ahmad Yasawi dikenal sebagai pelopor dzikir lantang
karena ia seorang sastrawan sufi.
Dalam kitab at-Thabaqat al-Kubra diterangkan, pada saat mengajar
Syaikh Ahmad
Rifa'i suaranya terdengar oleh orang-orang yang tinggal jauh dari
tempatnya seolah semua bisa mendengar
apa yang disampaikan sama seperti orang
yang dekat dengan tempatnya mengajar. Saat Syaikh Ahmad Rifa'i mengajar,
penduduk di sekitar Ummi Abidah beramai-ramai keluar dari
rumahnya untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh Syaikh Ahmad
Rifa'i.
Konon, orang yang tuli pun
jika hadir mengaji, akan dibukakan pendengarannya oleh Allah sehingga
bisa mendengar apa yang disampaikan Syaikh
Ahmad Rifa'i. Para guru tarikat banyak
yang hadir untuk mendengarkan wejangan
Syaikh Ahmad Al-Rifa'i. Mereka biasanya menggelar sajadah sebagai tempat
duduk. Setelah Syaikh Ahmad Al-Rifa ‘i selesai memberi pelajaran, mereka
pulang
sambil menempelkan sajadah ke dada mereka
masing-masing. Setelah sampai di rumah, mereka dengan lancar bisa
menjelaskan semua yang telah mereka
dengar kepada para muridnya.
Dari
berbagai ajaran Al-Rifa'i yang paling menonjol dan terkenal adalah Dabus, suatu
didikan yang luar biasa ganjil.Annemarie Schimmel dalam Mystical Dimensions of
Islam (1975) menganggap Tarikat Rifa'iyyah sebagai tarikat ganjil karena
melatih murid-muridnya untuk tahan api, melukai diri sendiri dengan benda-benda
tajam, berjalan di atas pecahan kaca, mematukkan diri dengan ular berbisa,
memakan kaca, ditusuk benda-benda runcing (dabus), dengan anggapan murid-murid
yang mencapai tahap fana tidak lagi memiliki rasa sakit karena sangat dzikir
kepada Allah.
Asy-Sya'rani
mengomentari kedudukan Al-Rifa'i dalam kedudukan tasawuf dengan ungkapan,"Dia adalah seorang tokoh
dalam tasawuf, mengenal berbagai keadaan kaum sufi, dan banyak menuingkap
masalah-masalah posisi mereka. Setiap kali ia keluar, ia selalu diikuti orang
banyak. Dia memiliki murid."
Keanehan dalam berbagai hal, tidak
hanya dimiliki Al-Rifa'i, banyak hal aneh yang juga sering terjadi pada diri
murid Syaikh Ahmad Rifa'i seperti mampu masuk ke dalam api yang sedang menyala,
menjinakkan binatang buas seperti harimau, membuat hewan buas patuh dan menuruti
apa yang mereka katakana, sehingga singa pun dapat dijadikan kendaraan oleh mereka. Di
Mesir banyak cerita tentang bagaimana murid-murid Tarikat Rifa'iyyah menolong
orang-orang yang dipatuk ular cobra.
Pendek kata, berbagai keajaiban ditunjukkan oleh murid-murid Tarikat
Rifa'iyyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar