Senin, 19 November 2012

Sayyid Ahmed Kabir Rifai

    Sayyid Ahmed Kabir Rifai lahir di paruh pertama Rajab di yeer Muslim 512 AH (1119 AD) pada hari Kamis. Kelahirannya berada di kota Ummu Abeyde di kotapraja Beta di provinsi Basra, ayah Iraq. adalah Sayyid Ali Abu'l Hasan. Ibunya adalah Fatima ul-Anseri binti Yahya Nijjeri. Syaikhnya adalah Aleyyul Wasiti. Ahmed Kabir Rifai Keturunan Nabi MUHAMMAD SAW dari kedua orang tuanya. Keturunan dari ayahnya adalah :

1.Sayidina Ali (Rz), 
2.Sayidina Hussain, (K.S) 
3.Imam Ali Zayna'l-Abidin (K.S.) 
4.Imam Muhammad al-Baqir (K.S.) 
5.Imam as-Sadiq Jafer (K.S.) 
6.Imam Musa al-Kazim (K.S.) 
7.Imam Ibrahim al-Murteza (K.S.) 
8.Sayyid Musa Sani (K.S.) 
9.Sayyid Ahmad Salih Akbar (K.S.) 
10.Sayyid Abu Abdullah Husain (K.S.) 
11.Sayyid Hasan Qasim Abu Musa (K.S.) 
12.Sayyid Muhammad Abu'l-Qasim (K.S.) 
13.Sayyid Al-Mahdi Makki (K.S.) 
14.Sayyid Abu'l Mekarim al-Hasan (K.S.) 
15.Sayyid Abu'l Fadail (K.S.) 
16.Sayyid Abu Ali Murtaza (K.S.) 
17.Sayyid Ali Abu Hazim 'l Fewaris (K.S.) 
18.Sayyid Sabit (K.S.) 
19.Sayyid Yahya Nakib (K.S.) 
20.Sayyid Ebul-Hasen Aliyy-ar-Rifai (K.S.) 
21.Sayyid Ahmad Hadrat ar-Rifai (K.S.)

     Sebelum kelahiran Ahmed Kabir Rifai, paman dari pihak ibu, seorang Syaikh yang terkenal, Mansur Rabbani, telah melihat nabi kita. MUHAMMAD SAW dan diberitahu bahwa adiknya akan memiliki anak laki-laki yang akan menjadi terkenal dan dikenal dengan nama "Rifa'i." Ketika anak mencapai usia yang tepat untuk tasawuf, ia harus dikirim ke Syaikh Aleyyul Vasiti untuk pendidikan dan pelatihan.
      
      Ayah Ahmed Kabir Rifai meninggal ketika anaknya berumur 7 tahun. Sayyid Ali meninggal pada 519 H, ia dimakamkan di Baghdad. Jadi paman dari pihak ibu Ahmed  Rifai yang mulai mengurus anak kecil. Setelah beberapa saat ia dikirim ke Syaikh Vasiti sesuai dengan visi pamannya. Syaikh Mansur mengatakan bahwa selama Ahmed Kabir Rifai tinggal bersamanya, ia melihat banyak keajaiban datang melalui anak itu dan bahwa berkat-berkat yang datang melalui dia untuk semua orang. 
     
      Ahmed Kabir Rifai menunjukkan kemampuan dan kebijaksanaan yang melebihi usianya ketika ia mulai pendidikannya di bawah Syaikh Vasiti. Dia memperoleh maqam tinggi dengan menjelaskan buku sekolah Shafi disebut "Tanbih." 

      Hazrat Sayyid Ahmad ar-Rifai adalah dua puluh tahun, ketika Abu Fazl Ali, yang merupakan Syaikh dari Vasit provinsi dan gurunya, memberikan kepadanya Khilafat, izin untuk memulai urutan darwis, memberinya nama "ayah dari eksternal dan interior ilmu , "dan berpakaian dia dengan jubah darwis sendiri itu. Hazrat Sayyid Ahmad Kabir-Rifai tetap di Nehr-i Dikla untuk waktu yang singkat dan setelah itu kembali ke guest house ayahnya untuk wisatawan di Hasen. Dia kemudian menjadi sangat terkenal. Ketika ia berusia dua puluh delapan tahun, pamannya Syaikh Mansur meminta agar dia memimpin pondok darwis dan khalifah setelah dia. Dia juga menginstruksikan dia untuk tinggal di pondok darwis dari Syaikh Yahya en-Neccari, yang kakeknya dari pihak ibunya. Sayidina Sayyid Ahmad ar-Rifai mengambil jabatannya (shaykhship) di sana sebagai seorang guru tercerahkan dan mulai mengajar di pondok darwis. Pamannya meninggal pada tahun yang sama. Pada saat Sayidina Sayyid Ahmad ar-Rifai mencapai usia tiga puluh lima, murid-muridnya (murid-murid) berjumlah lebih dari tujuh ratus ribu.

Ajaran Syaikh Ahmad Rifa'i
        Ajaran tasawuf Syaikh Ahmad Rifa'i banyak diriwayatkan oleh ‘Abdul Wahhab Al-Sya'rani dalam buku At-Thabaqat al-Kubra. Ajaran zuhud, misal, menurut Syaikh Ahmad Rifa'i adalah landasan keadaan yang diridlai dan tingkatan-tingkatan yang disunnahkan. Langkah pertama salik menuju Allah adalah mengarahkan diri sepenuhnya kepada Allah.  Siapa yang belum menguasai landasan kezuhudan, maka langkah-langkah selanjutnya akan sulit menemukan yang benar. Sedang ma'rifat, menurut Syaikh Ahmad Rifa'i, adalah kehadiran dalam makna kedekatan kepada Allah disertai ilmu yaqin sehingga tersingkaplah hakikat realitas-realitas yang benar-benar meyakinkan. Dalam riwayat lain, dikisahkan Syaikh Ahmad Rifa'i berkata,"Cinta mengantar pada rindu dendam, sementara ma'rifat mengantar pada kefanaan - ketiadaan diri."
         Ajaran Syaikh Ahmad Rifa'i tidak lepas dari rebana sebagai pengiring dzikir dan shalawat. Menurut riwayat, suatu saat Syaikh Ahmad Rifa'i berdzikir dalam keadaan fanaa. Tubuhnya terangkat ke atas dan dalam keadaan tidak sadar ia menepuk-nepuk dadanya. Allah memerintahkan kepada malaikat untuk memberinya rebana di dadanya. Tetapi Syaikh Ahmad Rifa'i tidak ingat apa-apa akibat terlalu khusyuknya. Sejak saat itu, rebana menjadi bagian dari ajaran tarikat Ar-Rifa'iyyah.
        Untuk menuju kepada Tuhan, Al-Rifa'i mengajarkan dzikir yang diformulasi dengan irama dan intonasi suara yang lantang dengan tujuan supaya yang tidur bangun dan yang alpa menjadi ingat. Oleh karena cara berdzikir yang berirama itu, dunia Barat menyebut dzikir Tarikat Rifa'iyyah dengan sebutan Darwis Menangis, terutama karena suara-suara ganjil yang dihasilkan pada dzikir berjama'ah Tarikat Rifa'iyyah. Ada pula yang menyebut dzikir Rifa'iyyah dengan sebutan Dzikir Arra, yaitu "dzikir menggergaji" terutama yang dijalankan Tarikat Rifa'iyyah di Asia Tengah dan Turki. Sebagian penganut Tarikat Rifa'iyyah menyatakan tidak tahu pasti apakah Dzikir dengan suara lantang itu diajarkan oleh Syaikh Ahmad Rifa'i sendiri atau ada pengaruh dari Tarikat Yasawiyyah yang dibangsakan kepada Syaikh Ahmad Yasawi, di mana Syaikh Ahmad Yasawi dikenal sebagai pelopor dzikir lantang karena ia seorang sastrawan sufi.
       Dalam kitab at-Thabaqat al-Kubra  diterangkan, pada saat mengajar Syaikh Ahmad Rifa'i suaranya terdengar oleh orang-orang yang tinggal jauh dari tempatnya  seolah semua bisa mendengar apa yang disampaikan  sama seperti orang yang dekat dengan tempatnya mengajar. Saat Syaikh Ahmad Rifa'i mengajar,  penduduk di sekitar  Ummi Abidah beramai-ramai keluar dari rumahnya untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh Syaikh Ahmad Rifa'i. Konon,  orang yang  tuli pun  jika hadir mengaji, akan dibukakan pendengarannya oleh Allah sehingga bisa mendengar apa yang disampaikan  Syaikh Ahmad Rifa'i. Para guru tarikat  banyak yang hadir untuk mendengarkan wejangan   Syaikh Ahmad Al-Rifa'i. Mereka biasanya menggelar sajadah sebagai tempat duduk. Setelah Syaikh Ahmad Al-Rifa ‘i selesai memberi pelajaran, mereka pulang sambil menempelkan sajadah ke dada mereka  masing-masing. Setelah sampai di rumah,  mereka dengan lancar  bisa menjelaskan semua yang telah mereka dengar  kepada para muridnya.
        Dari berbagai ajaran Al-Rifa'i yang paling menonjol dan terkenal adalah Dabus, suatu didikan yang luar biasa ganjil.Annemarie Schimmel dalam Mystical Dimensions of Islam (1975) menganggap Tarikat Rifa'iyyah sebagai tarikat ganjil karena melatih murid-muridnya untuk tahan api, melukai diri sendiri dengan benda-benda tajam, berjalan di atas pecahan kaca, mematukkan diri dengan ular berbisa, memakan kaca, ditusuk benda-benda runcing (dabus), dengan anggapan murid-murid yang mencapai tahap fana tidak lagi memiliki rasa sakit karena sangat dzikir kepada Allah.
Asy-Sya'rani mengomentari kedudukan Al-Rifa'i dalam kedudukan tasawuf  dengan ungkapan,"Dia adalah seorang tokoh dalam tasawuf, mengenal berbagai keadaan kaum sufi, dan banyak menuingkap masalah-masalah posisi mereka. Setiap kali ia keluar, ia selalu diikuti orang banyak. Dia memiliki murid."
         Keanehan dalam berbagai hal, tidak hanya dimiliki Al-Rifa'i, banyak hal aneh yang juga sering terjadi pada diri murid Syaikh Ahmad Rifa'i seperti mampu  masuk ke dalam api yang sedang menyala, menjinakkan binatang buas seperti harimau, membuat hewan buas patuh dan menuruti apa yang mereka katakana, sehingga singa pun  dapat dijadikan kendaraan oleh mereka. Di Mesir banyak cerita tentang bagaimana murid-murid Tarikat Rifa'iyyah menolong orang-orang yang dipatuk ular cobra.  Pendek kata, berbagai keajaiban ditunjukkan oleh murid-murid Tarikat Rifa'iyyah.
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar